Kisah Hidup Pak Marmin Hidup Sebatang Kara

 

Solopeduli memberikan santunan biaya hidup untuk sang kakek yang bernama Marmin, 60 tahun yang kini hanya hidup sebatang kara. Tim Pendayagunaan Solopeduli mencari tempat tinggal beliau di Kampung Ngampon, Mojosongo, Surakarta. Hari pertama sang kakek tidak ada di tempat, menurut penuturan tetangganya, baru saja keluar dan tidak tau kemana keluarnya. Di hari yang lain tim berkunjung ke rumahnya lebih pagi agar bisa bertemu sang kakek. Pada Kamis 5 Februari 2015 pukul 09.00 Tim Solopeduli Alhamdulillah bisa bertemu dengan beliau di rumahnya disaat beliu sedang mencari kayu bakar untuk memasak air.

Kami dipersilakan masuk ke rumahnya yang kecil berukuran 4 x 6 dengan dinding tembok lama serta lantai semen dan sebagaian masih tanah serta terlihat tidak terawat. Kami tidak menemukan siapapun di rumahnya, hanya sang kakek saja sebatang kara yang tinggal di rumah ini. Setelah kami dipersilakan duduk, Pak Marmin menanyakan identitas dan maksud kedatangan kami. Setelah kami sampaikan maksud kedatangna kami pak marmin berjabat tangan sambil mengucap terima kasih. "Matur nuwun rawuhipun mriki, matur nuwun sanget bantuanipun mugi mugi dipun wales kalian Gusti Alloh ingkang langkung kathah".

Singkat cerita Pak Marmin sudah ditinggal istrinya sejak 20 tahun yang lalu serta anak satu-satunya sudah tidak mau tau dengan kondisi orang tua dan merantau jauh di sana.Untuk kebutuhan sehari-hari Pak Marmin mengandalkan belas kasih dari masyarakat untuk bisa makan sehari-harinya. Pekerjaan terakhirnya sebagai tukang kebersihan di salah satu kampus swasta di solo dan sejak masa kerjanya habis dia sudak tidak mampu untuk menjalankan aktifitas karena usia yang sudah tidak mampu lagi bekerja. Yang dipunyai sang kakek hanya rumah satu-satunya hasil jerih payah bekerja dulu serta satu televisi. Dalam hal memasak pak Marmin menggunakan magic com dan kadang juga menggunakan kayu dan kompor minyak. Dalam menjalani kehidupan sekarang pak Marmin tidak lupa melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim untuk beribadah rutin dan mengikuti pengajian di masjid setempat.

Sungguh amat berat perjuangan pak marmin untuk menjalani titik – titik akhir usianya, ada keinginan nantinya bisa bahagia di hari tua namun berbeda dengan sang kakek yang harus hidup sederhana dan harus menitihkan air mata untuk berjuang hidup di tengah hingar bingar perkotaan Solo, hidup sendiri sakitpun tidak ada yang tau dan perhatian. (im)