LKP Solopeduli Hadir Bantu Yohananto Purnomo, Sang Muallaf dengan Semangat Perbaiki Enonomi

"Hijrah akan tetap berlangsung selama pintu taubat belum ditutup, sedang pintu taubat tidak akan ditutup sebelum matahari terbit dari barat." Mungkin semangat itulah yang membut Yohananto Purnomo (48) semangat menjalani kehidupan yang semakin sulit. Pria muallaf asal Klaten ini tumbuh dalam lingkungan keluarga kristiani yang tergolong taat. Sejak sekolah menengah pertama, banyak pertanyaan seputar ketuhanan dalam agama Kristen yang sering ia lontarkan kepada keluarganya. Namun sayang, tidak ada satu jawaban pun dari pertanyaan tersebut yang membuatnya puas.

Aan, panggilan akrabnya, sering bergaul dengan teman sebaya yang beragama Islam. Pertemanan tersebut membuatnya mulai berpikir ulang tentang hakikat Tuhan. Karena rasa keingintahuannya yang tinggi, diam-diam ia sering mengikuti kajian di masjid, bahkan melakukan shalat dan puasa bersama teman-temannya. Dari sinilah ia merasakan ketenangan dan meyakini bahawa Islam adalah agama yang benar. Puncaknya saat ia memasuki jenjang pendidikan sekolah menengah atas. Setelah shalat ashar ia menyatakan keislamannya dan meminta salah seorang temannya untuk membimbingnya membaca syahadat. Alhamdulillah Aan hijrah dengan sepenuh keyakinan dan istiqamah dengan Islamnya hingga sekarang.

 

Antara Islam dan Agama Lain

Tak berhenti di situ, perjalanan hidup sebagai seorang muallaf tidaklah mudah. Selain penolakan dari anggota keluarga atas keislamanya, Aan pun mengalami ujian dalam ekonomi rumah tangga. Saat ini ia menanggung hutang hingga 5 juta rupiah, dan terus bertambah karena ia terpaksa berhutang kepada rentenir. Hampir tiap hari rumahnya didatangi orang untuk menagih hutang. Peliknya hidup tak lantas membuat Aan semakin terpuruk.

"Saat itu saya ingat dengan seorang Katholik yang bersedia membiayai hidup kami sekeluarga dan melunasi semua hutang-hutang saya, asal saya dan anak istri mau masuk agama Katholik," tuturnya kepada Tim LKP Solopeduli. Kejadian tersebut membuat dia bingung, namun Allah masih memberikan kemuliaan Islam kepadanya. "Tapi saya ndak mau, saya lebih memilih Islam dan yakin suatu saat Allah pasti akan menolong saya." Ungkap Aan dengan lugasnya.

Saat ini Aan tinggal bersama istri dan ketiga anaknya yang masih kecil di rumah salah seorang warga. Pemiliknya membiarkan Aan menempati dan merawat rumah tersebut karena iba dengan kondisi Aan. Sehari-hari dirinya berkatifitas di rumah dan mengurus masjid. Sudah hampir 3 tahun ia menganggur lantaran sulit mendapatkan pekerjaan.

 

Aan Bergabung dengan LKP Solopeduli

Memang sulit mendapatkan pekerjaan bagi sebagian orang. Namun usaha untuk terus maju dan tidak putus asa itulah yang membuat Aan berbeda dengan orang pada umumnya. Ia memutuskan untuk mengikuti pelatihan setir mobil LKP Solo Peduli setelah melihat brosur yang ditempel di masjid dekat rumahnya. Setelah mengkonfirmasi isi brosur tersebut kepada temannya, Aan langsung mempersiapkan kelengkapan persyaratan mengikuti program setir mobil gratis LKP Solopeduli. 

"Saya berharap keahlian ini nanti bisa membantu saya mendapatkan pekerjaan dan merubah keadaan keluarga saya menjadi lebih baik." Tutur Aan saat berada di kantor LKP Solopeduli. Dengan kondisinya yang demikian, LKP Solopeduli merasa tak cukup hanya memberikan  pelatihan gratis saja. Aan kembali mendapatkan bantuan biaya hidup dan subsidi transportasi selama mengikuti pelatihan, Rabu (28/9).

"Semoga adanya LKP Solopeduli dapat meringankan dan membantu ekonomi Pak Aan. Apalagi kami mendapat kabar bahwa istrinya harus menjalani operasi mata. Semoga Allah memberikan kesembuhan dan memudahkan urusan Pak Aan sekeluarga." Kata Adi, Koordinator LKP Solopeduli. Aan bersyukur pada Allah dan mengucapkan terimakasih kepada para donatur dan Tim Solopeduli atas kesempatan pelatihan setir mobil gratis yang diberikan kepadanya. (Bangkit/Yofi)