Sahabat Peduli, di tengah padatnya aktivitas kita sering terlena menyisakan waktu untuk keluarga. Badan penat, capek, lelah, bahkan rasa jenuh mengurung kita. Sementara itu, di saat yang sama, anak-anak menunggu kehadiran kita. Bermain, membaca buku, bercanda, atau memasak bersama anak kadang tidak sempat lagi kita kerjakan.
Langkah di bawah ini akan memandu kita bagaimana mengembalikan hubungan suasana yang terputus akibat padatnya kegiatan. Mengapa mengembalikan hubungan dan menjaganya begitu penting bagi keluarga kita? Tentu saja karena keluarga adalah tempat berlabuh untuk menumpahkan rasa kasih dan sayang bagi penghuninya. Bukan sekedar memelihara suasana harmonis – keluarga merupakan pondasi bagi berlangsungnya pendidikan yang dilambari rasa cinta dan sikap peduli. Pondasi pendidikan itulah yang akan kembali terwujud apabila kita berhasil memelihara konektivitas antar penghuninya, antara ayah, ibu, dan anak.
1. Kita mulai langkah awal dengan acara sederhana. Makan malam bersama. Matikan televisi, gadget, atau media penghubung lainnya. Kita fokus pada ritual makan malam. Keberhasilan acara ini bukan pada menu makanannya yang mewah. Bukan pada ruangan yang menghadirkan romantisme. Bukan pada biayanya yang mahal.
Sederhana saja. Yang dibutuhkan adalah keterhubungan antara sesama penghuni keluarga secara alami dan terbuka. Komunikasi yang cair dengan canda tawa yang merdeka. Menunya juga sederhana. Di rumah pun acara ini bisa terselenggara dengan penuh makna.
Sesekali cobalah makan bersama dengan model talaman. Dalam budaya Jawa model talaman masih sering kita temukan. Semua penghuni keluarga berkumpul. Duduk lesehan melingkar. Di tengah ada nampan dengan makanan sederhana. Mereka makan tanpa menggunakan sendok. Masing-masing orang saling berbagi hak makanan.
2. Mempelajari keterampilan atau hobi baru. Masih terkait dengan acara makan bersama, kita bisa mencoba menu baru dan mempraktekkannya bersama anak-anak. Ya, memasak bersama. Dapur menjadi tempat menjalin kebersamaan, kerja sama, dan kemesraan diantara penghuninya.
Atau kita menyelesaikan suatu kegiatan secara bergotong royong. Membersihkan taman, menanam, mencuci motor – semua kegiatan itu kita kerjakan dengan melibatkan anak. Mohon tidak terburu menghakimi anak bagaimana mereka bekerja. Anak-anak akan berkerja menurut gaya dan kemampuan usia perkembangannya. Target kita bukan pada hasil pekerjaannya melainkan terjalinnya hubungan yang sehat penuh makna.
3. Kita dianugerahi dua, tiga, atau empat anak usahakan menemaninya satu persatu dalam hubungan yang benar-benar spesial secara pribadi. Kita perlu menjalin hubungan yang bukan sekedar basa-basi. Harus ada kesan mendalam dan bermakna. Hubungan ini akan sangat menyenangkan bagi kita dan anak. Pasalnya akan terjalin percakapan pribadi antara kita dan anak.
4. Menikmati waktu dengan menyelami minat dan hobi anak. Untuk melakukan hal itu kita membutuhkan perspective thinking. Kita masuk ke dunia minat atau hobi sang anak, menemukan, dan ikut merasakan ketertarikannya pada apa yang diminatinya. Kita tunjukkan bahwa kita memperhatikan dan mendukung minat mereka. Keterlibatan kita dalam aktivitas yang sederhana sampai misalnya anak harus mengikuti even tertentu akan sangat bernilai bagi anak. Mereka merasa kita hargai. Inilah hubungan yang sehat dan bermakna ketika setiap individu merasa dihargai oleh individu yang lain.
5. Langkah menjalin hubungan antara kita anak di atas akan hampa rasanya apabila kita melewatkan shalat berjamaah. Sering sudah kita mempelajari keutamaan shalat berjamaah. Inilah saatnya kita amalkan bersama keluarga. Akan sangat istimewa apabila shalat lima waktu dikerjakan berjamaah bersama keluarga di masjid. Atau kita membuat kesepakatan shalat berjamaah tahajud bersama.
Usai berjamaah kita melanjutkan mudarasah Al Quran bersama. Setiap anggota keluarga membaca satu ayat dan dilanjutkan ayat berikutnya. Bergantian satu ayat satu ayat. Akan sangat dahsyat ketika di ayat tertentu kita mentadaburinya bersama.
Sahabat Peduli, kita bisa mengembangkan langkah di atas sesuai kebutuhan dan keadaan di keluarga kita. Satu hal yang kita pasti sepakat adalah keluarga bukan sekedar tempat istirahat usai berkegiatan seharian. Bukan pula tempat untuk menumpuk barang-barang mewah yang belum tentu dibutuhkan. Bukan sekedar ruangan yang diisi oleh sikap saling curiga. Keluarga menjadi ladang untuk menyemai benih-benih surga. Semoga kelak berbuah di akhirat.
Sumber : ummi-online[dot]com