Perbedaan Ada Bukan Untuk Diperselisihkan

SOLOPEDULI.ORG- Tinggal di Indonesia berarti kita harus memahami bahwa kita hidup di tempat yang memiliki banyak sekali keberagaman, kebudayaan, ras, agama, bahkan bahasa sehari-haripun terdapat berbagai macam perbedaan. Sebenarnya tidak hanya di Indonesia, di tempat lainpun pasti kita akan menemukan berbagai macam perbedaan. Untuk itu kita harus senantiasa siap dalam menghadapi perbedaan yang ada, bukan siap untuk mencaci atau merendahkan pihak lain karena perbedaan mereka dengan kita, namun siap untuk memahami bahwa perbedaan itu ada untuk dihormati dan sebagai pewarna dalam kehidupan sosial manusia.

Berbicara mengenai perbedaan, dalam dunia islam kita juga tidak lepas dari adanya berbagai macam perbedaan. Bahkan, para amirul mukminin sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga pun juga memiliki perbedaan. Bukan karena minimnya ilmu pengetahuan tentang islam maupun ilmu pengetahuan sosial yang para amirul mukminin miliki. Namun, karena luasnya ilmu yang mereka miliki dibandingkan dengan kita yang hidup di zaman serba modern ini. Jika dilihat dari cara para sahabat memimpin pada masa kekhalifahan, perbedaan jelas sangat nampak di antara mereka.

Misalnya saja, Abu Bakar Ash-Shiddiq memimpin dengan cara yang sabar dan tenang dalam menghadapi permasalahana, namun ketegasan tetap ada dalam dirinya pada saat yang diperlukan. Sangat berbeda jauh dengan Ummar bin Khattab yang memiliki sifat keras serta perawakan tinggi besar yang mendukung sifatnya. Ummar memimpin dengan cara yang tegas dan sedikit keras, beliau tidak main-main dalam menghadapi orang-orang yang bandel dalam membayar zakat, bahkan langsung mendatangi orang tersebut. Ummar tidak ragu mengangkat pedangnya melawan orang yang mencela ataupun melanggar syariat Islam. Lain lagi dengan Utsman yang dikenal memiliki sifat pemalu, sangat dermawan, serta sopan santun. Utsman memimpin dengan cara yang hampir sama dengan Abu Bakar yang lembut namun tetap bisa menjadi sangat tegas dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin.

Perbedaan dalam cara memimpin juga terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, yang saat itu memakai gaya kepemimpinan yang dianggap sebagian orang melenceng dari ajaran agama. Bahkan ibunda ‘Aisyiyah pun menganggapnya demikian. Sebenaranya tidak ada yang benar-benar salah dalam gaya kepemimpinan Ali, hanya saja keputusannya untuk belum menghukum para pembunuh Utsman membuat beberapa penduduk serta ibunda ‘Aisyah menentang Ali. ‘Aisyah menganggap Ali harus segera menemukan pembunuh Utsman dan segera menghukumnya dengan hukuman qishas. Namun sepertinya, penjelasan Ali yang mengatakan bahwa ia tidak terlibat dan tidak memberikan masukan dalam pembunuhan Utsman bin Affan tidak dapat dipahami dan tidak dapat diterima oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah dan kaum Khawarij –kaum yang menentang Ali-, hingga akhirnya dua perang besar antara kaum muslimin terjadi, yaitu perang Jamal dan perang Shiffin. Ini merupakan perbedaan yang berujung perpecahan pertama dalam sejarah umat Islam. Bahkan dalam periode kekhalifahanpun yang disebut oleh Rasulullah merupakan ummat terbaik, pernah mengalami perpecahan.  Walau pada akhirnya terjadi perdamaian di antara mereka –meskipun masih ada yang membelot.

Contoh-contoh di atas membuktikan bahwa setiap apapun perbedaan dapat membawa berbagai macam dampak baik positif maupun negatif. Namun tetap saja kita harus mengantisipasi adanya dampak negatif dari perbedaan yaitu perpecahan. Untuk itu dalam menyikapi perbedaan sosial yang pasti ada dalam kehidupan manusia, kita harus senantiasa menghormati orang lain dengan cara berpikir mereka, cara mereka menjalani kehidupan dan senantiasa menanamkan dalam diri bahwa ilmu yang Allah miliki itu sangat luas sehingga kita sebagai manusia tidak akan mampu untuk menenggak ilmu itu seorang diri. Bisa jadi perbedaan ilmu ataupun kemampuan yang ada dalam diri kita dengan orang lain bukan karena orang itu bodoh.

Pun demikian di dalam agama, dalam menyikapi perbedaan di dalam agama Islam –yang Allah sudah berfirman bahwa ada 70 golongan dalam Islam-,kita tidak boleh langsung begitu saja menyalahkan perbedaan orang tersebut dengan kita hanya karna ilmu yang dipahami berbeda, apalagi mengkafirkan sesama muslim. Tetap hormati apa yang menjadi keyakinan orang lain dan jangan mencela, ilmu Allah sangatlah luas. Untuk itu Allah telah berfirman bahwa apabila manusia masuk Islam, ia harus masuk Islam secara kaffah -keseluruhan- tidak boleh hanya mengambil apa yang ia sukai dan apa yang ia tidak suka dibuang begitu saja. Allah sudah mengatur segalanya sedemikan rupa dengan cara sangat indah yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia. Perbedaan akan selalu ada dan semua itu tergantung pada bagaimana kita menyikapinya. Yakini apa yang menjadi keyakinan dalam berislam sesuai Al-Qur'an dan Sunnah. Kebenaran dalam perbedaan hanya Allah yang mengetahui. Wallahu a'lam bi shawwab.

 

Referensi: Khazanah Republika