Kasus bullying atau perundungan memang bukan kejadian sepele. Seringkali pihak orang tua dan sekolah terlambat menyadari, bahkan terlambat mengambil tindakan terhadap situasi bullying. Baik pelaku maupun korban, harus sama-sama mendapatkan pendampingan.
Bully ibarat rantai setan, siapa yang mendahului atau siapa yang diajari, sama-sama membingungkan. Pelaku terkadang korban bully berkepanjangan dan ia ganti menindas orang lain. Sementara korban juga mengalami penderitaan fisik dan psikis yang tidak ringan.
Catat Kejadian Bullying
Catat atau bahkan rekam beragam kejadian yang dapat menjadi bukti perundungan. Kenapa? Sebab dengan adanya data dan fakta, orang tua dapat lebih bijak mengambil keputusan. Ketika melaporkan ke sekolah dan memberi tahu orang tua pelaku, tidak sekedar mengada-ada dan sekedar melindungi anak. Tanggal, tempat, kronologi kejadian perlu dicatat. Kalau ada bekas luka juga perlu didokumentasikan.
Tetap dengan Kepala Dingin
Rasionalitas harus tetap didahulukan meski sebagai orang tua pasti merasa emosi ketika anak menjadi korban. Jangan mengambil jalan pintas seperti melabrak pelaku atau pihak sekolah. Segera pertimbagkan langkah-langkah penting apa saja yang harus diambil.
Diskusikan dengan Intens kepada Pihak Sekolah
Kita perlu menyadari bahwa sekolah memiliki banyak urusan. Laporan dari satu pihak boleh jadi terabaikan, bukan karena sekolah tidak ingin menyelesaikan. Namun, beban yang bertumpuk dapat menjadikan laporan kita tidak segera direspons. Teruslah mengkontak wali kelas atau guru yang dapat memberi solusi. Bila pertemuan di sekolah tidak memungkinkan, mintalah izin kepada guru tersebut untuk bertemu di luar jam sekolah.
Menjelaskan kronologi kejadian bullying butuh waktu panjang. Perlu dipilih waktu yang tepat dan cepat untuk menyelesaikan segera.
Ajak Anak untuk Terus Berkomunikasi
Tanyakan pelan-pelan bagaimana urutan kejadian, hingga bullying tersebut terjadi. Pastikan anak tidak dalam kondisi tertekan ketika menceritakan itu semua, dan orang tua terkesan memaksa untuk bercerita hal yang tak menyenangkan.
Setelah mendapatkan cerita lengkap dari anak, galilah emosinya. Apakah ia marah? Sedih? Kecewa? Sakit hati? Bantu anak untuk dapat mendefinisikan pikiran dan perasaannya. Bantu ia menyampaikan emosi-emosinya. Peluklah bila ia sangat sedih dan marah.
Ajarkan Anak untuk Berani Berpendapat
Kemampuan anak untuk bertahan, berkata-kata, membela diri; semua berawal dari rumah. Ketika ia diberi ruang untuk mengekspresikan diri, termasuk emosi positif dan negatifnya, anak akan belajar berani menunjukkan dirinya di muka umum. Kalau ia suka akan bilang suka, sebaliknya juga demikian.
Sering kali, anak korban bullying adalah anak-anak yang di rumah merasa tertekan atau sebaliknya, anak yang terlalu dimanja dilindungi. Ia selalu takut untuk mengambil tindakan. Takut jika berbeda pendapat. Takut bila tak punya teman. Takut jika diejek. Takut jika disakiti. Mengajarkan anak untuk sedikit demi sedikit mengemukakan pendapat, akan membuat dirinya kuat ketika harus berbenturan dengan orang lain.
Ajarkan Anak untuk Dapat Menolong dan Mempertahankan Diri Sendiri
Apa yang akan dilakukannya bila satu kali dilukai? Tiga kali disakiti? Tujuh kali diganggu? Orang tua perlu mengajarkan anak cara bertahan. Misal, melindungi tubuh dengan tas bila dipukul teman. Berlari ke ruang guru ketika teman-teman mengganggu, jika tak mampu melawan sendiri.
Tak mudah memang, tapi layak dicoba. Keputusan memindahkan anak ke sekolah lain adalah pilihan terakhir. Di sekolah yang baru, bila rasa percaya diri dan kemampuan komunikasi tidak bagus, akan terulang kejadian yang sama.
Penulis: Sinta Yudisia Wisudanti, M.Psi - Psikolog
Sumber: Majalah Hadila Edisi 182
Foto: pexels-mikhail nilov