Psikologi Anak: “Aku Duluan….”

Oleh: Lisda Farhani

"Capek bunda….cepet gitu lho, mbaknya lama sekali sich," rengek putri kecilku saat antri mengisi bensin di SPBU. Aku hanya tersenyum tanpa berkomentar sepatah katapun. Tiba-tiba eit…satu kendaraan mendahului maju. "Antri dong," kata ibu muda dibelakangku. Seolah tak peduli, pengendara motor itu melenggang maju. "Bunda…," kata putri kecilku sambil menatap ke arahku sebagai bentuk nada protes kok orang itu boleh duluan. Sekali lagi aku hanya tersenyum tanpa berkomentar sepatah katapun.

Perilaku di atas menggambarkan sikap ego yang tinggi. Perilaku selalu ingin didahulukan lebih mudah ditolerir apabila dilakukan oleh balita. Tetapi seiring dengan perkembangan usia tentunya ego yang tinggi ini diharapkan berkurang sehingga anak terbiasa bersabar menunggu giliran. Karena ego yang tinggi berdampak kurang baik bagi anak. Diantaranya, menyebabkan sikap sebal teman-temannya. Dampak lainnya, anak menjadi minim pengalaman karena jarang mendapat giliran kedua, ketiga atau terakhir.

Hal-hal yang menjadi penyebab munculnya perilaku selalu ingin didahulukan diantaranya:

1. Contoh dari orang tua

Andai saja penyerobot antrian dalam cerita di atas bersama dengan anaknya secara tidak langsung ia mengajarkan hal negatif.

2. Pola asuh

Gaya pola asuh orang tua yang permissifdengan lebih banyak membiarkan anak melakukan apa saja termasuk ingin selalu menang sendiri tanpa pernah melakukan peringatan dan nasehat membuat anak merasa bahwa apa yang ia lakukan benar dan boleh.

3. Cari perhatian

Terkadang anak merasa bahwa kalau ia mendapat giliran pertama berarti ia yang palling diperhatikan.

4. Keinginan berkompetisi

Setiap anak mempunyai perasaan ingin diperhatikan dan dihargai. Hal ini terkadang memicu anak untuk berkompetisi secara individual dan ingin menjadi lebih menonjol dari yang lain.

5. Kecemasan

Pada kondisi tertentu terkadang anak merasa cemas jangan-jangan kalau mendapat giliran terakhir ditinggal temannya atau nanti sudah kehabisan barang sehingga memicu mereka untuk didahulukan.

6. Kurangnya rasa empati

Anak mungkin mengetahui kalau posisi kita diserobot oleh orang lain pasti tidak enak rasanya. Tetapi agak sulit bagi anak untuk menimbang rasa saat ia harus mengantri ataukah menyerobot posisi orang lain saja. Kepekaan dan daya sensitifitas terhadap perasaan orang lain perlu dilatihkan sedari dini kepada anak-anak.

Ayah bunda, lantas apa saja yang bisa kita lakukan untuk menangani anak yang selalu ingin didahulukan. Haruskah anak kita minta untuk selalu mengalah agar menjadi terbiasa. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan diantaranya:

a. Tegur dengan tegas tetapi lembut

Saat anak merengek bisa kita katakan "Maaf ya kak, tetapi semua harus antri" lantas kita jelaskan "Tuh lihat semua orang juga menunggu. Tetapi orang yang sabar khan di sayang Allah, kakak khan hebat dan disayang Allah."

b. Latih berbagi

Saat si kecil bermain barsama bisa kita katakan "Ayo adik dan kakak khan saling menyayangi. Adik boleh pinjam mobil-mobilan kakak dan kakak dipinjami mainan puzzle robotnya adik ya."

c. Belajar dari bermain

Misalnya saat anak bermain ular tangga, bekelan, atau sudamanda. Mereka akan belajar untuk antri menunggu giliran satu persatu. Harapannya anak jadi terbiasa dan dapat menikmati saat harus menunggu gilirannya.

d. Kompak dan konsisten

Ada kalanya saat anak harus berbagi dan menunggu giliran mereka bosan. Wujud kebosanan anak bisa muncul dalam bentuk menangis atau ngambek. Pada saat inilah diperlukan kekompakan kedua orang tua. Kalau memang ayah mengharuskan si anak menunggu atau berbagi bundapun harus mengiyakannya.

Ayah bunda, rasanya memang tidak mudah untuk belajar mengalahkan ego sendiri saat harus menunggu. Apalagi kalau antriannya panjang, dan tentunya semua orang merasakan hal yang sama. Tetapi andai anak sudah terbiasa sedari kecil belajar untuk antri dan menunggu tentunya hal itu menjadi biasa saja. Wallahu a'lam bisshowab.

Sumber: Majalah Hadila, edisi 18.