Memenuhi Kebutuhan Anak-Anak Untuk Bermain

Memenuhi Kebutuhan Anak-Anak untuk Bermain-"Wahai ayah kami, mengapa engkau tidak mempercayai kami akan Yusuf, padahal sesungguhnya kami semua menginginkan kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia bersenang-senang dan bermain-main, dan kami pasti menjaganya." (QS. Yusuf: 11-12)

Telah dikisahkan dalam ayat-ayat sebelumnya bahwa anak-anak nabi Ya'qub merasa cemburu dengan adik mereka, yaitu Nabi Yusuf. Dari situ akhirnya kesebelas bersaudara itu merencanakan tipu daya atas Yusuf. Mereka hendak menjauhkan Yusuf dari ayahnya, agar kasih sayang sang ayah tertuju kepada mereka.

Dari kedua ayat dan potongan kisah di atas, ada beberapa ibrah tarbawiyah (pelajaran) yang dapat diambil, salah satunya tentang pentingnya memenuhi kebutuhan anak-anak untuk bermain.

Sangat jelas dalam ayat di atas dan ayat-ayat berikutnya bahwa sebenarnya Nabi Ya'qub sangat berat memberi izin mereka untuk membawa Yusuf keluar jauh, baik karena serangan binatang buas atau adanya potensi bahaya yang disebabkan kedengkian saudara-saudara Yusuf yang selama ini ia khawatirkan.

Namun Nabi Ya'qub menepis kekhawatiran itu dan membiarkan anak-anaknya membawa Yusuf keluar rumah, demi memenuhi kebutuhan anaknya tercinta untuk bermain dan bersenang-senang, sebagaimana alasan yang diajukan kesebelas anaknya.

Sebagaimana disampaikan para Ulama Tarbiyah Islamiyah terdahulu atau kontemporer, bahwa dengan puas bermain dapat membantu pertumbuhan sensorik atau motorik, dan melatih interaksi sosial pada anak. Memori kebahagiaan yang sempurna di masa kecil, akan turut serta membentuk kejiwaan yang seimbang dan stabil, juga menanamkan percaya diri yang kuat.

Imam Ghazali mengingatkan, "Sesungguhnya menahan anak untuk bermain dan memaksa anak untuk belajar terus-menerus, bisa mematikan hatinya, menumpulkan kecerdasannya, dan membuat hidup mereka berat hingga mereka tak akan mau lagi belajar"

Rasulullah pun menyadari hal ini. Seperti ketika Hasan naik ke atas punggung Nabi SAW ketika sedang rukuk, padahal beliau tengah memimpin salat berjemaah. Sebagai imam, Nabi tetap tenang, hingga satu, dua, tiga menit berlalu, Hasan tak beranjak dari punggung Nabi.

Para jemaah yang berada di belakang Nabi tentu mulai heran, "Mengapa kok rukuk Nabi selama ini?" Namun, Nabi tetap tak panik, apalagi menurunkan dan memarahi cucu tersayang. Hasan dibiarkan berada di punggung sesuka hatinya dan Nabi tetap khusyuk memimpin salat.

Untunglah Hasan segera turun dari punggung Nabi untuk bermain dengan Husain. Setelah itu, Rasulullah bangun dari rukuknya yang lama dan jemaah pun mengikuti serentak.

Kasus yang hampir sama juga terjadi saat Rasulullah berkhotbah. Di tengah khotbah, tiba-tiba Hasan menghampiri. Anak kecil itu naik ke mimbar. Bukan menghalau atau mengusirnya, justru Nabi dengan penuh kelembutan memeluk dan mengusap kepalanya.

Bukan hanya membiarkan mereka puas bermain, sebagai orang tua, penting bagi kita untuk ikut bermain bersama mereka. Ini seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah, di tengah kesibukan beliau sebagai utusan Allah dan pemimpin negara, beliau masih menyempatkan diri untuk bermain dengan kedua cucunya. Diriwayatkan Salamah bin Akwa' yang ketika itu menuntun keledai Rasulullah, bahwa beliau menaiki keledai tersebut bersama Hasan dan Husain. Satu ada di depan dan satunya duduk di belakang. (HR. Muslim).

Tidak terbatas dengan cucu sendiri, dengan anak-anak kerabat atau para sahabat pun beliau melakukan hal yang sama. Menyempatkan diri untuk bermain dengan anak-anak, selain besar manfaatnya untuk menguatkan kedekatan dan ikatan emosional mereka dengan kita, juga penting untuk merawat kemurnian dan ketulusan jiwa kita sebagai orang dewasa. Sebagaimana ditegaskan Sultan Abdul Hamid, "Seringlah bermain dengan anak-anak kecil agar tertulari kemurnian mereka. Karena manusia tanpa kemurnian, adalah monster"

Penulis: Dr. Hakimuddin Salim, Lc., MA
Sumber: Majalah Hadila Edisi 182
Foto: Pixabay-IndonesiaNatureID