Disebuah proyek terdapat seseorang tukang kayu yang pandai dan berbakat untuk selalu membuat rumah bak istana. Ratusan rumah telah dibuat dangan megah. Jika dinominalkan, bahkan bisa sampai miliar rupiah untuk menghargai satu rumah.
Suatu ketika tukang kayu bermaksud pensiun dari pekerjaannya. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.
Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Awalnya menolak, bahkan perusahaan akan membayar 5 kali lipat dari penghasilan bulanan jika ia memperpanjang usia pensiunnya. Tapi toh apa daya, akhirnya pun merelakan tukang kayu untuk pensiun dengan satu syarat.
"Buatkan aku rumah terakhir karya terbaikmu, bahkan buatkan paling megah dari yang sebelumnya kamu buat, setelah itu silahkan pensiun"
Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan. Meskipun, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Akhirnya dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya dan imajinasi karya maupun tenaga yang tidak maksimal. Dan selesailah rumah yang diminta, hasilnya jelas bukanlah sebuah rumah megah bak istana seperti ratusan rumah yang telah dibuat sebelumnya.
Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.
Dengan perasaan senang karena setelah itu ia akan pensiun tukang kayu datang kepada pemilik perusahaan untuk menyerahkan kunci rumah dan bermaksud berpamitan. Ia sengaja tidak memperlihatkan hasil rumahnya karena takut untuk diminta memperbaiki.
"Kenapa kau serahkan padaku kuncinya, ambil saja, ini adalah rumahmu, sebagai hadiah dari kami, anda pantas kami apresiasi karena prestasi prestasi rumah megah yang kamu buat, dan rumah yg paling megah diantara semuanya ini menjadi milikmu." kata pemilik perusahaan.
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu pasti akan mengerjakannya dengan cara yang lain, dengan pilihan bahan terbaik maupun tenaga terbaik. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.
Sahabat,
Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik.
Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula, tentu kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.
Semua belum terlambat,
Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan.
Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Allah SWT, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.